Jumat, 19 Juli 2019

Apakah 'Penerima Kuasa' Dapat Ditarik Menjadi Pihak Tergugat Dalam Gugatan Perdata?. Ini Penjelasannya.




Mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri tidak semudah membalikkan telapak tangan, sedikit kesalahan saja dalam surat gugatan (cacat formil) maka gugatan tersebut oleh hakim bisa dinyatakan tidak diterima (Niet Onvankelijke Verklaard). Oleh karenanya, pekerjaan seorang Advokat/Pengacara bukanlah pekerjaan yang mudah, karena harus cerdas, berilmu, teliti, dan mampu menggunakan logika hukumnya, hal ini tentunya didapat dari pengalaman atau “jam terbang” seorang Advokat/Pengacara. Artikel ini akan menjawab pertanyaan: Apakah Penerima Kuasa bisa ditarik sebagai pihak tergugat dalam gugatan perdata?.

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian dari gugatan dan  kuasa serta permasalahan yang umumnya sering terjadi di masyarakat.

Gugatan yang dimaksud disini gugatan perdata yaitu gugatan contentiosa yang mengandung sengketa di antara pihak yang berperkara yang pemeriksaan penyelesaiannya diberikan dan diajukan kepada pengadilan dengan posisi pada pihak:
  • Yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut dan bertindak sebagai penggugat (plaintiff = planctus, the party who institues a legal action or claim)
  • Sedangkan yang ditarik sebagai pihak lawan dalam penyelesaian, disebut dan berkedudukan sebagai tergugat (defendant, the party againts whom a civil action is brought)
Dengan demikian, ciri yang melekat pada gugatan perdata:
  • Permasalahan hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung sengketa (Disputes, Differences)
  • Sengketa terjadi di antara para pihak, paling kurang di antara dua pihak
  • Berarti gugatan perdata bersifat partai (party), dengan komposisi, pihak satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak yang lain berkedudukan sebagai tergugat. (M. Yahya Harahap 2008: 47-48)

Pengertian Kuasa disebut dalam pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) sebagai berikut:
“Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”

Mengenai bentuk dari kuasa, pasal 1793 KUH Perdata menyebutkan sebagai berikut:

“Kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu surat di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan itu oleh yang diberi kuasa.”

Dengan demikian, penerima kuasa melakukan suatu perbuatan atau urusan tertentu mewakili atas nama pemberi kuasa dan berdasarkan persetujuan pemberi kuasa. Di mana bentuk dari pemberian kuasa ini tidak hanya terbatas pada kuasa tertulis (surat kuasa), namun bisa juga secara lisan, bahkan bisa juga secara diam-diam dilihat dari rangkaian tindakan penerima kuasa yang disetujui atau dikehendaki pemberi kuasa.

Lalu, apakah seorang penerima kuasa yang bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa dapat ditarik menjadi pihak tergugat, manakala tindakan yang dilakukan oleh penerima kuasa tersebut dianggap merugikan pihak ketiga?. Semisal B penerima kuasa mendapat kuasa dari pemberi kuasa C untuk menjual tanah kepada A, setelah jual beli terjadi ternyata tanah tersebut bermasalah dan A merasa dirugikan. Lantas apakah kemudian si A selaku pembeli dapat menggugat si B atau menempatkan si B dan si C bersama sama sebagai tergugat dalam gugatan perdata yang diajukan oleh si A ?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka harus dilihat terlebih dahulu apakah perbuatan si B selaku penerima kuasa melakukan perbuatan sebatas pada kuasa yang diberikan oleh si C selaku pemberi kuasa, atau perbuatan si B telah melebihi wewenang atau di luar batas daripada yang dikuasakan atau isi kuasa.

M Yahya Harahap mengemukakan, yang dapat ditarik sebagai tergugat atas sengketa yang timbul dari perjanjian atau transaksi yang dibuat kuasa untuk dan atas nama pemberi kuasa adalah:
  • Pemberi kuasa, bukan kuasa
  • Dengan syarat, apabila tindakan yang dilakukannya sesuai dengan fungsi dan kewenangan yang diberikan kepadanya;
  • Kuasa baru dapat ditarik sebagai pihak tergugat, apabila tindakan yang dilakukannya melampaui batas wewenang yang ditentukan dalam surat kuasa.
Penerapan demikian, ditegaskan dalam Putusan MA No. 3556 K/Pdt/1985. Menurut putusan ini gugatan seharusnya ditujukan kepada pemberi kuasa yaitu pemilik tanah sengketa. Dalam kasus ini penerima kuasa, baru dapat ditarik sebagai tergugat, apabila dia dalam melaksanakan tindakan, melampaui batas wewenang yang ditentukan dalam surat kuasa. Secara yuridis pemberi kuasa wajib melaksanakan tindakan dan perikatan yang dibuat kuasa dengan pihak ketiga, sesuai dengan ketentuan pasal 1807 KUH Perdata. (M. Yahya Harahap 2008:131)

Secara tegas pasal 1807 KUH Perdata menyebutkan sebagai berikut:

“Pemberi kuasa wajib memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa menurut kekuasaan yang telah ia berikan kepadanya. Ia tidak terikat pada apa yang telah dilakukan di luar kekuasaan itu kecuali jika ia telah menyetujui hal itu secara tegas dan atau diam-diam”

Dari penjelasan tersebut di atas, bisa disimpulkan bahwa Penerima Kuasa tidak dapat ditarik sebagai pihak tergugat dalam gugatan perdata apabila Penerima Kuasa tersebut dalam hal ini melaksanakan atau melakukan tindakan berdasarkan isi dari Surat kuasa atau atas persetujuan dari Pemberi Kuasa. Dengan demikian, apabila Penerima Kuasa ditarik dan ditempatkan sebagai Pihak Tergugat, maka gugatan tersebut menjadi error in persona dan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard). Untuk itu, supaya tidak sia-sia dalam berperkara di Pengadilan Negeri, maka penggugat harus teliti dan cermat dalam menyusun surat gugatan terutama dalam menentukan pihak-pihak yang akan ditarik sebagai tergugat.

Demikian penjelasan ini, semoga bermanfaat.

Sumber: 

  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
  • M. Yahya Harahap. 2008. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
  • Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3556 K/Pdt/1985