Senin, 24 Juli 2017

Money Laundering (Part 1)


Related image
Tidak banyak orang yang memahami atau mengetahui mengenai tindak pidana pencucian uang atau yang sering disebut dengan money laundering. Sedikitnya akan diuraikan dalam tulisan kali ini tentang kejahatan tindak pidana pencucuan uang. Sebelumnya tindak pidana pencucian uang diatur dalam undang-undang Nomor 15 Tahun 2002, karena dinamisnya kehidupan dan seiring perkembangan zaman kini undang-undang tersebut sudah tidak berlaku lagi, dan kini telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Tiga pasal dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 berbunyi sebagai berikut:


Pasal 3
Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Pasal 4
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Pasal 5
(1) Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
(2) ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Dari uraian pasal-pasal tersebut di atas, telah nampak jelas jika yang dimaksud pencucian uang disini adalah dengan menggunakan uang hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara sebagaimana yang disebutkan di atas sehingga seakan-akan uang tersebut bukan dari hasil tindak pidana. Tidak hanya yang menggunakan saja yang dapat dijerat dengan undang-undang ini, melainkan yang menerima pun dapat dijerat sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 5 ayat (1) dengan pengecualian padal ayat (2) yang juga akan dibahas dalam tulisan selanjutnya.
Berkali-kali disebutkan bahwa uang dalam tindak pidana pencucian uang adalah hasil dari tindak pidana, berikut adalah tindak pidana yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) undang-undang No. 8 Tahun 2010:

Pasal 2
(1) Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:
a. Korupsi;
b. Penyuapan;
c. Narkotika;
d. Psikotropika;
e. Penyelundupan tenaga kerja;
f. Penyelundupan migran;
g. Di bidang perbankan;
h. Di bidang pasar modal;
i. Di bidang perasuransian;
j. Kepabeanan;
k. Cukai;
l. Perdagangan orang;
m. Perdagangan senjata gelap;
n. Terorisme;
o. Penculikan;
p. Pencurian;
q. Penggelapan;
r. Penipuan;
s. Pemalsuan uang;
t. Perjudian;
u. Prostitusi;
v. Dibidang perpajakan
w. Di bidang kehutanan;
x. Di bidang lingkungan hidup;
y. Di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
(2) Harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga digunakan dan/atau akan digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.

Uraian dari pasal 2 ayat (1) tersebut sudah cukup jelas yakni mengenai tidak pidana asalnya dimana tindak pidana asal tersebut telah diatur sendiri dalam undang-undangnya masing-masing sehingga harta atau uang hasil dari tindak pidana asal tersebut apabila digunakan sebagaimana pasal 3, 4 dan 5 menjadi tindak pidana pencucian uang.

Yang cukup menarik disini adalah pada pasal 2 ayat (2) dimana harta kekayaan bukan dari hasil kejahatan atau tindak pidana namun sesuatu harta atau uang digunakan untuk mendanai kegiatan terorisme disamakan dengan tindak pidana terorisme, jika dicermati ini menjadi satu kesatuan dalam tindak pidana terorisme, apabila dalam tindak pidana lain unsur tindak pidana pencucian uangnya adalah pada uang atau harta dari hasil kejahatan asalnya, sedangkan pada terorisme justru sebaliknya pencucian uangnya adalah karena harta atau uang yang digunakan untuk pendanaan kegiatan kejahatan terorisme.

Money Laundering Oleh Korporasi

Jerat pidana Money Laundering atau pencucian uang tidak hanya diperuntukkan bagi individu saja, sebab tidak jarang perusahaan-perusahaan atau korporasi dijadikan sebagai alat atau media untuk melakukan pencucian uang oleh para bandit-bandit kerah putih sehingga pencegahan tindak pidana korupsi terutama ditujukan juga bapi korporasi-korporasi. Dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 8  tahun 2010 mengatur sebagai berikut:

Pasal 6
(1) Dalam hal tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Korporasi dan/atau Personil Pengendali Korporasi.
(2) Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana Pencucian Uang:
a. dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi;
b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan Korporasi;
c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan
d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi.

Pidana yang dijatuhkan kepada Korporasi yang melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana yang diatur dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 8  tahun 2010 adalah sebagai berikut:

Pasal 7
(1) Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pengumuman putusan hakim;
b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi;
c. pencabutan izin usaha;
d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi;
e. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau
f. pengambilalihan Korporasi oleh negara.

Jadi, sanksi pidana terhadap korporasi dapat dijatuhkan tidak hanya kepada perngurusnya saja, melainkan juga terhadap korporasi sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 dan pasal 7 tersebut di atas. Sanksi pidana ini cukup efektif untuk di terapkan pada kasus-kasus pidana yang melibatkan perusahaan-perusahaan sebagai sarana dalam melakukan kejahatan.

Bersambung........

Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang