Kamis, 24 November 2016

Landasan Hukum TNI Dalam Mengamankan Unjuk Rasa

http://www.jpnn.com/picture/watermark/20120326_074022/074022_947213_Tentara_ginting_Sumut_Pos_dlm.jpg
sumber gambar: jpnn.com
Isu makar saat ini sedang hangat-hangatnya, beberapa kali terdengar di Media massa, Kapolri (Kepala Kepolisian Negara Repulik Indonesia) Jenderal Tito Karnavian menyebutkan kata makar, terlebih dengan diterbitkannya Maklumat Nomor : Mak/04/XI/2016, tanggal 21 November 2016 oleh Kepala Polda Metro Jaya, Irjen Pol Mochamad Iriawan. Ditambah lagi pernyataan Panglima TNI (Tentara Nasional Indonesia) Jend. Gatot Nurmantyo yang menyatakan "Apabila yang dikatakan Kapolri, ada tindakan makar maka itu bukan urusan polisi saja tapi sudah urusan TNI," menambah semakin panas dan naik tensi di masyarakat.


Makar sebagai Kejahatan Keamanan Negara


Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, kejahatan yang paling pertama di atur dalam Buku II Bab I adalah mengenai kejahatan terhadap keamanan negara, pada Pasal 104 KUHP diatur bahwa:

Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal 107 KUHP sebagai berikut:

Pasal 107
(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Lalu bagaimana dengan aksi-aksi tahun 1965 pada era Soekarno dan aksi-aksi unjuk rasa pada Reformasi tahun 1998 di Era Soeharto, apakah itu termasuk makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah?, untuk menjawab hal itu silahkan kaitkan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu kemudian apakah masuk pada rumusan pasal-pasal di atas.

Unjuk Rasa, Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum adalah Hak  Konstitusional

Mengenai hak menyampaikan pendapat, aksi unjuk rasa atau demonstasi, diatur dalam Konstitusi dan beberapa undang-undang sebagai berikut:
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (sekarang 2002)
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang. 
Pasal 28 E
(1)……………
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
  •  Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
Pasal 1 ayat (1)
“Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
  • Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 23
(1)……………….
(2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Pasal 25
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 44
Setiap orang baik sendiri maupun bersama-sama berhak mengajukan pendapat, permohonan, pengaduan, dan atau usulan kepada pemerintah dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan efisien, baik dengan lisan maupun dengan tulisan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan uraian pasal-pasal tersebut di atas maka telah nampak jelas bahwa setiap warga negara bebas untuk menyampaikan pendapatnya baik itu secara lisan maupun tulisan dengan cara unjuk rasa di muka umum atau cara-cara yang lebih dingin dalam sebuah forum, namun demikian harus memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa, karena untuk mewujudkan maksud sesuai haknya di sisi lain ada hak orang lain yang juga harus dihormati.

Keterlibatan TNI dalam Mengamankan Unjuk Rasa atau Demonstrasi

Kembali pada topik pembahasan pada tulisan ini adalah mengenai keterlibatan unsur TNI yang membantu Polri dalam mengamankan jalannya kegiatan unjuk rasa atau demonstrasi, sebagaimana yang kita ketahui bahwa seringkali TNI ikut hadir dan mengamankan pada saat terjadi unjuk rasa, terlihat cukup unik karena TNI adalah militer bukan sipil, masyarakat memandang TNI bertugas untuk perang, mempertahankan dan menjaga kedaulatan negara, dikhawatirkan jika TNI masuk dalam ranah sipil maka sesuatu kekuasaan yang bersifat militeristik dapat terjadi.
Dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Republik Indonesia (UU TNI) menyebutkan: “Dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden”., kemudain dalam Pasal 5 disebutkan bahwa “TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.” Untuk mengerahkan TNI sebagai alat negara dibidang pertahanan memerlukan kebijakan dan keputusan politik negara yang tidak lain adalah keputusan dari Presiden Republik Indonesia sebagai pembuat kebijakan dan keputusan politik negara.

Satu dan lain hal masih dalam satu kesatuan UU TNI pada Pasal 7 ayat (2) menyebutkan: “Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan (b) operasi militer selain perang, yaitu untuk membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang”.
Sebelumnya dalam  pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tentang kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) mengatur bahwa: “Dalam rangka melaksanakan tugas keamanan, Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia, yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”

Lalu bagaimana mekanisme dan tata acara pemberian bantuan atau permintaan bantuan agar TNI dapat terlibat untuk membantu Polri dalam melaksankan tugas keamanan negara semisalnya untuk mengamankan kegiatan aksi unjuk rasa atau demonstrasi? Apakah memerlukan kebijakan dan keputusan dari Presiden terlebih dahulu?. Dalam pasal 41 ayat (1) UU Polri hal itu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP). Hingga saat ini saya belum menemukan PP tersebut, sehingga menurut saya landasan hukum dan mekanismenya masih samar-samar dan belum jelas.

Jika pembaca memiliki pendapat lain, atau mengetahui pengaturan lebih lanjut atas aturan mengenai mekanisme TNI terlibat membantu Polri dalam mengamankan Unjuk Rasa, Demonstrasi atau kegiatan lain yang berkaitan dengan domainnya Sipil atau wewenang Polri silahkan untuk memberikan masukan dan didiskusikan

Demikian Terima kasih semoga bermanfaat.

Sumber:
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indeonesia 1945
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  • Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
  • Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum
  • Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tentang kepolisian Negara Republik Indonesia
Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Republik Indonesia