Selasa, 22 November 2016

Nasib Kerugian Keuangan Negara Jika Tersangka/Terdakwa Korupsi Meninggal Dunia

Sumber gambar: indonesiana.tempo.co
Hingga kini kasus korupsi masih menjadi trend masa kini, mungkin korupsi adalah “penyakit” yang tiada akhir yang merusak sistem di segala aspek, mulai dari lembaga pemerintah, peradilan, hingga segala macam proyek yang diadakan dengan uang negara banyak yang dikorupsi oleh oknum-oknum pejabat dan oknum swasta sebagai pelaksana proyeknya.


Eksistensi KPK (Komisi Pemberntasan Korupsi) sepertinya periode sekarang sudah tidak seperti periode sebelum-sebelumnya yang cukup eksis dan  dikenal oleh masyarakat luas, tapi semoga saja masih berintegritas dan tetap galak kepada siapapun yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
Dari survey terhadap beberapa masyarakat awam memandang hukuman kepada terpidana korupsi adalah tidak setimpal dengan apa yang telah diperbuatnya yang merugikan uang negara, orang bilang bahwa uang negara adalah uang rakyat, jadi pejabat atau orang yang korupsi atas uang negara adalah sama halnya dengan maling (mengambil) uang rakyat. Jika melihat di berita-berita media massa banyak sekali pejabat yang korupsi milyaran rupiah namun hanya dihukum (dijatuhi pidana) beberapa tahun saja, di mana masyarakat awam memandang hukuman itu sangatlah ringan dan tidak setimpal dengan nilai kerugian negara.

Perlu diketahui bahwa hukuman penjara paling lama di Indoneisa adalah 20 (dua puluh) tahun penjara, begitu juga untuk  tindak pidana korupsi, bahkan dalam pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999  menyebutkan “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.” Ini menunjukkan bahwa sebenarnya hukuman pidana untuk terpidana korupsi adalah bisa sangat berat meskipun demikian perlu digaris bawahi bahwa hal itu untuk dalam keadaan tertentu.

Sebenarnya, jika seseorang terbukti bersalah melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara maka terpidana tersebut juga harus mengembalikan uang negara, selain dijatuhi pidana denda dan penjara, ini yang disebut dengan asset recovery untuk memulihkan asset-asset negara yang telah dirugikan oleh pelaku korupsi, meskipun hal ini masih banyak kendala dalam penerapannya terutama jika asset-asset atau sebagian harta milik terpidana hasil dari korupsi berada di luar negeri, namun saya pikir penegak hukum saat ini sudah mengetahui cara-cara agar dapat mendapatkan kembali kerugian negara.
Lalu bagaimana jika belum sampai dijatuhi pidana tapi terdakwa/tersangka meninggal dunia?, dalam pasal 77 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur bahwa “ Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia” . Itu berarti bahwa apabila seorang tersangka/terdakwa telah meninggal dunia pada saat proses penyidikan atau dalam proses persidangan di Pengadilan maka secara otomatis tidak lagi dapat ditutut pidana terhadap tersangka/terdakwa yang telah meninggal tersebut.
 Apakah pidananya dapat dialihkan kepada keluarga atau ahli warisnya?.

Dalam Pertanggungjawaban pidana di Indonesia dikenal asas “geen straf zonder schuld” yang berarti tiada pidana tanpa kesalahan, jadi seseorang yang dipidana adalah seseorang yang melakukan kesalahan (dolus/culpa) atau yang terlibat dalam kasus tersebut, sedangkan keluarga/ahli waris yang tidak terlibat maka tidak dapat menggantikannya sebagai seseorang yang bertanggung jawab atas tindak pidana tersebut. namun kerugian negara dapat di tuntut melalui ahli warisnya, hal ini sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 33 dan 34 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai berikut:
Pasal 33
Dalam hal tersangka meninggal dunia pada saat dilakukan penyidikan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.
Pasal 34
Dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah, ada kerugian keuangan negara, maka penuntut umum segera menyerahkan Salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.

Dengan demikian jika Tersangka/Terdakwa kasus korupsi meninggal dunia pada saat penyidikan atau pada saat pemeriksaan sidang di Pengadilan, apabila telah nyata ada kerugian keuangan negara yang secara materiil dapat diperhitungkan, sedangkan pidananya harus dihentikan, maka untuk mengembalikan keuangan negara dapat dilakukan dengan gugatan perdata terhadap ahli warisnya, yang dalam hal ini dilakukan oleh Jaksa
Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan. Mengenai kewenangan jaksa sebagai Pengacara Negara adalah sebagaimana pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan yang menyebutkan bahwa” Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah”.

Demikian semoga bermanfaat dan menambah khasanah pengetahuan.

Sumber:
  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  • Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasa Tindak Pidana Korupsi
  • Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Kejaksaan